Sabtu, 26 Mei 2018

Resensi "Bulan Terbelah di Langit Amerika"


Would the World be Better Without Islam?


Judul             : Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis          : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit        : PT. gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Cetakan ke-7, Januari 2015
Genre            : Religi, Keluarga
Harga            : Rp 75.000,00
ISBN              : 978-602-03-0545-5






Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika ini ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang merupakan pasangan suami istri. Sang istri, Hanum adalah putri kedua dari Amien Rais. Ia pernah terpilih menjadi duta perempuan mewakili Indonesia untuk Youth Global Forum di Suzuka pada tahun 2013. Salah satu karyanya yang berjudul Berjalan di Atas Cahaya mendapat apresiasi Buku dan Penulis Non Fiksi Terfavorit 2013. Sedangkan sang suami, Rangga merupakan teman perjalanan sekaligus penulis kedua buku ini. Ia memenangi beasiswa dari pemerintah Austria untuk studi S-3 di WU Vienna, yang kemudian menjadi inspirasi kisah ini. Kini ia menjabat sebagai Direktur Utama ADiTV, Ketua Umum Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Yogyakarta, dan Manager of Office of International Affairs FEB-UGM.
Menceritakan tentang seorang jurnalis wanita yang sangat cantik bernama Hanum Salsabiela Rais, dia juga harus menemani suaminya yang bernama Rangga Almahendra untuk sekolah di Vienna. Dan juga karena ia mendapat tugas dari atasannya yang bernama Gertrude Robinson untuk membuat artikel yang bertema "Would the World be Better Without Islam?" Artikel tersebut nantinya akan dimuat di sebuah koran. Gertrude juga meminta kepada Hanum supaya mewawancarai dua narasumber dari pihak muslim dan nonmuslim di Amerika Serikat. Narasumber tersebut merupakan para keluarga korban serangan World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 di Washington DC, New York.
Disisi lain, Rangga juga diminta dosennya Proffesor Reinhard untuk pergi ke Washington, agar bisa mengikuti sebuah konferensi internasional dalam bidang bisnis. Dalam konferensi tersebut yang nantinya akan membahas dan mengetengahkan seorang filantropi dunia bernama Brown Philipus tentang "Strategi The Power of Giving. "
Mereka pun pergi ke Washington untuk memenuhi tugasnya masing-masing. Setelah oencarian panjang, akhirnya Hanum berhasil menemukan salah satu narasumbernya yaitu Mr. Michael Jones, yang merupakan narasumber nonmuslim yang kurang menyetujui adanya pembangunan masjid Ground Zero di dekat area tersebut.
Disisi lain, Hanum terpontang-panting di New York tanpa paspor, sementara Rangga terlanjur menuju Washington setelah Hanum untuk meminta segera mengejar registrasi konferensi yang hampir ditutup dan selesai. Ia pun berlindung disebuah masjid yang dijadikan isu kerusuhan karena dibangun dekat lokasi Ground Zero. Ia bertemu dengan Jullia Colins seorang mualaf yang memiliki nama Azima Husein. Sedangkan,  Rangga tak sengaja bertemu dengan Philipus Brown dan melakukan wawancara cepat tentang mengapa Brown menjadi filantropi.
Sebuah kejadian yang dialami Rangga dan Hanum secara tak terduga akan mempertemukan Jones, Jullia, dan Brown dalam sebuah pertemuan manis yang menggetirkan ketika Brown mengisahkan apa yang melandasinya menjadi seorang filantropi dunia pada acara The Heroes itu. Banyak sekai makna yang dapat diambil dari perjalanan mereka dalam sebuah pencarian kebenaran. Yang dimana dapat berpengaruh besar bagi dunia.
Dari gaya penulisan, buku ini sedikit berbeda dari buku sebelumnya, dimana penulis menggunakan peralihan karakter yang saling mengisi satu sama lain dengan alur yang bergerak maju. Sehingga buku ini terasa ringan untuk dibaca. Novel ini disertakan dengan peta daerah Amerika Serikat. Dengan begitu, para pembaca terbantu untuk lebih mengerti dan memahami lokasi setiap kejadian yang tertuang dalam novel ini. Terdiri atas sub judul sehingga setiap rangkaian kejadian cerita lebih spesifik.
Kekurangan novel ini adalah tidak serta merta bisa diterima oleh pembaca yang memiliki keyakinan yang berbeda. Karena perspektif yang digunakan sangat islami. Menggunakan bahasa asing, sebagian pembaca mungkin tidak paham arti bahasa tersebut. Terdapat kata-kata yang jarang terdengar oleh pembaca antaralain : tenggat, ergonomis, dimensia, filantropi, dan lain sebagainya.
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika ini begitu bagus karena selain gaya bahasa yang mudah dipahami, novel ini menggunakan kisah perjalanan pasangan suami istri di negara adi daya Amerika Serikat, yang di kolaborasikan dengan penelitian dan cerita fiksi. Disamping itu, dalam novel ini disuguhkan beberapa nilai religi atau agama yang begitu menyentuh batin pembaca, nilai moral, nilai sosial, dan nilai budaya yang dapat kita ambil hikmahnya dan inspirasi bagi kita.























Nama         : Revanzah Michael Ardhana
No. / Kelas : 25 / XI MIA 2
Sekolah      : SMA Negeri 1 Kepanjen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar