Selasa, 29 Mei 2018

Resensi "Sepasang Kekasih yang Belum Bertemu"


Jauh di Mata Dekat di Hati


Judul Novel    : Sepasang Kekasih yang Belum Bertemu
Pengarang       : Boy Candra
Penerbit          : Mediakita
Tahun Terbit   : 2017
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal               : 209 halaman
Harga              : Rp 46.600,- (pada saat buku ini dibeli)



Novel ini menceritakan kisah antara Boy seorang penulis asal Padang dan Wulan Sari seorang mahasiswi asal Medan yang menggemari karya-karya Boy. Kisah mereka dimulai saat Wulan memention Boy di twitter dan menyatakan bahwa ia suka dengan buku “Origami Hati” karya Boy. Kemudian mereka bertukar nomor handphone lewat DM twitter dan akhirnya semakin dekat karena sering telepon dan SMS. Seiring dengan berjalannya waktu Boy dan Wulan Sari merasa saling suka dan memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih walaupun belum pernah bertemu secara langsung.
Konflik dimulai saat teman-temn Boy mengenalkan Boy pada Della Nursyid saat Boy dan sahabat-sahabatnya liburan ke Pulau Sikuai. Della adalah adik kelas salah satu sahabat Boy saat SMA dan berprofesi sebagai public relation di toko buku. Sehari setelah mereka pulang dari liburan, Boy mendapat telepon dari Della. Sejak saat itu Della rutin mengirim pesan singkat dan mengajak Boy untuk bertemu. Della memberikan perhatian yang selama ini Boy harapkan dari Wulan namun tidak bisa terpenuhi karena terpaut jarak yang menghalangi mereka.
Hati Boy mulai goyah. Boy menerima kehadiran Della untuk mengisi kekosongan yang harusnya Wulan tempati. Tapi, Boy juga merasa bersalah karena telah menduakan Wulan Sari. Setiap Wulan menghubunginya, Boy selalu menghindar dan beralasan jika ia
sedang sibuk. Padahal sebenarnya Boy sedang bersama dengan Della. Semakin hari perasaan bersalah pada Wulan semakin besar. Namun, rasa sukanya pada Della juga semakin besar. Akhirnya Boy memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Della karea ia menyadari bahwa rasa cinta dan ketulusan dari Wulan Sari sangatlah besar begitupula sebaliknya.
Dulu Boy pernah berjanji akan pergi ke Medan saat Wulan wisuda. Dua minggu sebelum hari wisuda Wulan, Boy menceritkan semua kebohongannya tentang Della. Wulan yang terlanjur kecewa akhirnya berhenti menghubungi Boy dan Boy pun tidak jadi datang ke Medan. Membuat Wulan yang telah mengharapkan kehadirannya semakin kecewa dan akhirnya memutuskan untuk pindah ke rumah neneknya di Aceh untuk waktu yang tidak ditentukan.
Boy yang merasa kalut memutuskan untuk berjalan-jalan ke Taman Budaya Sumatera Barat karena disana sedang diadakan pameran anak DKV Universitas Negeri Padang. Disana ia bertemu dengan Susan, cinta pertamanya saat SMA. Sehari setelah pertemuan itu Boy mengajak Susan untuk bertemu. Entah mengapa Boy merasa ingin bercerita tentang kegundahannya pada Susan. Susang yang paham bagaimana sifat Boy pun mendukung Boy untuk pergi ke Aceh mencari Wulan.
Boy pergi ke Aceh dengan berbekal secarik foto Wulan yang ia miliki dan beberapa info tidak pasti dari sahabat Wulan. Karena minimnya informasi, Boy tidak bisa menemukan keberadaan Wulan. Hingga ia merasa putus asa dan memutuskan untuk pergi ke Pantai Lampuuk. Pantai favorit Wulan yang pernah Wulan ceritakan padanya. Saat Boy sedang berada di tepi pantai seseorang memanggil namanya dan orang itu adalah pujaan hatinya, Wulan Sari.
Wulan sebenarnya membaca semua pesan singkat Boy yang mengabarinya jika sekarang Boy sedang berada di Aceh mencarinya, Wulan juga tahu hal tersebut dari sahabatnya. Namun karena rasa sakit hatinya, Wulan tidak membalas semua pesan Boy. Wulan pergi ke Pantai Lampuuk untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalut karena merindukan Boy. Ia tidak mengira jika takdir mempertemukan mereka disana. Akhirnya Boy meminta maaf atas semua kesalahannya dan berharap Wulan mau memberikan kesempatan kedua untuknya. Dengan berderai air mata, Wulan mengiyakan permintaan Boy karena ia sadar jika rasa cintanya pada Boy sangatlah dalam.
Novel bertema percintaan ini ditulis oleh Boy Candra. Seorang laki-laki kelahiran 21 November 1989 yang besar di Sumatera Barat. Boy merupakan lulusan Universitas
Negeri Padang di Jurusan Administrasi Pendidikan. Ia aktif diorganisasi komunikasi dan radio di kampusnya dan rutin menulis dibeberapa media sosial seperti blog miliknya yaitu rasalelaki.blogspot.com . Ia aktif menulis sejak tahun 2011. Buku pertama yang ia terbitkan pada tahun 2013 berjudul “Origami Hati”. Ia sudah menerbitkan 9 novel dan salah satunya adalah novel ini.
Membaca novel ini seakan sedang membaca buku diary dari Boy untuk Wulan. Cara penuturan novel ini juga sedikit berbeda dari novel pada umumnya. Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, dimana “aku” adalah Boy.
“Wulan, sebelum menulis kisah ini aku sebenarnya berkali-kali meyakinkan hati. Bukan karena aku ragu akan cinta kita. Tidak sama sekali. Namun, tentang semua yang akan kutulis adalah hal yang mungkin saja ditertawakan oleh orang banyak.” – (halaman 7)
 Menurut sata hal tersebut menjadi salah satu kelebihan dari novel ini. dengan sudut pandang orang pertama dan isi novel seperti buku diary membuat saya bisa merasakan semua emosi Boy dan merasakan bagaimana jika saya menjadi Wulan. Yang justru membuat novel ini semakin seru karena kita bisa semakin mendalami bagaimana semua perasaan mereka. Bahasa yang digunakanpun begitu mendayi dan puitis. Banyak sekali quotes yang bisa kita temukan saat membaca novel ini.
 “Aku percaya cinta bisa jatuh pada siapa saja. Kapan saja. Bukankah cinta memiliki banyak dimensi untuk jatuh? Orang yang tidak mungkin jatuh cinta, adalah dua orang yang tidak pernah saling kenal, bukan orang yang tidak pernah saling bertemu.” – Boy (halaman 20)
Selain itu, melalui novel ini kita akan diajak mengenal tempat menarik di Sumatera Barat yaitu Pulau Sikuai yang menjadi latar tempat cerita saat Boy dan sahabat-sahabatnya berlibur dan menjadi latar tempat dimana Boy bertemu dengan Della untuk pertama kalinya. Didalam novel ini dijelaskan baw=hwa dulunya Pulau Sikuai adalah pulau yang indah namun kondisinya sangat memprihatinkan karena tidak ada yang menjaganya. Kita juga akan diberikan penggambaran bagaimana keindahan Aceh dan betapa dahsyatnya Tsunami yang pernah menerjang kota tersebut hingga bisa menyeret sebuah kapal besar ke tengah kota. Dimana keindahan kota Aceh khususnya Pantai Lampuuk menjadi latar tempat saat Boy mencari Wulan sang kekasih hati.
“ Aku sampai di Lampuuk. Kulihat orang-orang bahagia dengan pasangannya masing-masing. Ada juga yang menikmati senja dengan keluarganya. Langit mulai tampak mendung, pelan-pelan mengubah warnanya menjadi seperti terbakar. Namun, aku suka langit senja di Lampuuk. Entahlah, meski senja itu menyakitkan. Aku tetap bisa menikmati rasa sakit yang dia hadirkan.” – (halaman 206 dan 207)  
Jujur saja novel ini menjadi salah satu novel favorit saya dari sekian banyak novel yang pernah saya baca. Entah karena bahasanya yang begitu puitis hingga bisa menghipnotis saya untuk terus membaca dan menyelesaikannya saat itu juga atau karena tokoh laki-lakinya yang begitu romantis sehingga membuat saya semakin menyukai novel ini. Hanya saja menurut saya ending dari novel ini kurang maksimal. Jika saja endingnya diberikan sedikit cerita lagi seperti Boy dan Wulan yang akhirnya menikah saya rasa akan semakin membuat pembaca senang. Itulah pendapat menurut saya. Mengesampingkan kekurangan tersebut, novel ini tetaplah novel yang sangat menarik dan cocok untuk dibaca saat kita sedang bersantai.





















Biodata Penulis Resensi
Nama Lahir                    : Irawati Dwi Setia Bakti
Nama Panggilan            : Ira
Tempat, Tanggal Lahir   : Malang, 20 September 2000
Jenis Kelamin                 : Perempuan
Asal Sekolah                   : SMA Negeri 1 Kepanjen  

3 komentar:

  1. izin save ya mba utk tugas b.indo. terimakasih..

    BalasHapus
  2. Tails: Tails: Tails: Tails: Tails: Tails Tails: Tails - Tails - Tails - Tails
    Tails: titanium necklace mens Tails: Tails: polished titanium Tails: apple watch titanium Tails: Tails: Tails: price of titanium Tails - Tails – stilletto titanium hammer Tails - Tails.

    BalasHapus
  3. izin save mbak untuk tugas Bahasa Indonesia

    BalasHapus